GEOFRAFI KELAS XII: PEMANFAATAN PETA, PENGINDRAAN JAUH, DAN SIG UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
PEMANFAATAN PETA, PENGINDRAAN JAUH, DAN SIG UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia baik di bidang transportasi perkotaan (urban) maupun transportasi antar kota (regional). Terciptanya suatu sistem transportasi atau perhubungan yang menjamin pergerakan manusia atau barang secara lancar, aman, cepat, murah dan nyaman merupakan tujuan pembangunan di sektor perhubungan (transportasi).
Istilah tata-guna lahan (land use) berawal dari ilmu ekonomi pertanian. Istilah ini mengacu pada sebidang lahan dan manfaat ekonomi yang dimiliki oleh lahan tersebut- peternakan, pembudidayaan tanaman, pertambangan, atau pembangunan gedung.
Standar pembagian ruang dalam tata guna lahan biasanya mengacu ada zona. Pembagian zona adalah peranti hukum yang tertua dan paling banyak digunakan untuk implementasi rencana tata-guna lahan setempat. Pada dasarnya pembagian zona adalah suatu jaminan bahwa tata-guna lahan dalam suatu unit geografis sesuai dengan zona lainnya.
Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk satu land use transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak ter manfaatkan.
Konsep yang mendasari hubungan antara tata-guna lahan dan transportasi adalah aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas berarti kemudahan melakukan pergerakan di antara dua tempat. Aksesibilitas meningkat dari sisi waktu atau uang ketika pergerakan menjadi lebih murah. Selain itu, kecenderungan untuk berinteraksi juga akan meningkat ketika biaya pergerakan menurun.
Hubungan antara transportasi dan pengembangan lahan dapat dijelaskan dalam tiga konteks, yaitu:
- hubungan fisik dalam skala makro, yang memiliki pengaruh jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan;
- hubungan fisik dalam skala mikro, yang memiliki pengaruh jangka-pendek dan jangka-panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain wilayah perkotaan (sering kali pada skala lokasi-lokasi atau fasilitas-fasilitas tertentu);
- hubungan proses, yang berhubungan dengan aspek hukum, administrasi, keuangan, dan aspek-aspek institusional tentang pengaturan lahan dan pengembangan transportasi.
Jaringan jalan terdiri dari banyak jalan terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal, yang membentuk suatu sistem jaringan jalan secara keseluruhan. Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting dalam meningkatkan kelancaran pelayanan transportasi dari berbagai tempat asal menuju ke berbagai tempat tujuan yang tersebar di berbagai pelosok wilayah.
Pola jaringan transportasi yang serasi dengan kebutuhan pelayanan pergerakan lalu lintas manusia dan barang secara berkapasitas, akan mampu memenuhi penyelenggaraan pelayanan transportasi secara kesisteman, bertujuan meningkatkan kelancaran lalu lintas, membantu mewujudkan sistem logistik nasional secara mantap, mendorong pengembangan wilayah, dan memperkukuh kehidupan masyarakat dalam kerangka perwujudan Wawasan Nusantara.
Penyusunan jaringan transportasi yang mantap harus memperhatikan dan memperhitungkan banyak aspek, misalnya:
- distribusi penduduk dan kegiatan pembangunan sektoral yang tersebar di berbagai daerah;
- rencana pemanfaatan tata ruang wilayah yang telah ditetapkan;
- kebutuhan jasa transportasi antar wilayah dan pusat kegiatan (kota);
- penyediaan jumlah dan kapasitas sarana transportasi;
- karakteristik dan klasifikasi jaringan jalan menurut fungsinya (jalan arteri, kolektor dan lokal); dan
- strategi kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional dan regional.
Perencanaan pembangunan jaringan transportasi bersifat dinamis dan antisipatif ke depan, melibatkan peran serta berbagai instansi yang terkait.
Mengingat sangat pentingnya peranan dan fungsi jaringan transportasi (jalan) dalam menunjang pergerakan lalu lintas manusia dan barang serta pembangunan secara efektif dan efisien, maka perlu dilakukan perencanaan dan analisis konseptual dan theoretical secara reliable dan implementable.
Fungsi sektor transportasi sangat penting dalam pembangunan, yaitu:
- sebagai penunjang terhadap peningkatan kegiatan pada sektor-sektor lain, dan
- sebagai pendorong untuk membuka kuterisolasikan daerah-daerah.
Transportasi merupakan kekuatan yang membentuk wajah dan perkembangan suatu daerah atau wilayah dalam jangka panjang mendatang (transportation as the formative power).
Pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) yang handal dan berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efektif dan efisien. Dalam PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS), dijelaskan bahwa:
Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis.
Sistem Transportasi Nasional diarahkan pada terwujudnya keseimbangan antara permintaan jasa transportasi dan tersedianya kapasitas fasilitas transportasi. Untuk itu diperlukan perencanaan pembangunan transportasi yang komprehensif, lintas sektoral dan lintas regional, serta bersifat jangka panjang. Peramalan permintaan jasa transportasi digunakan untuk menghitung pertumbuhan kegiatan ekonomi dan peningkatan permintaan jasa transportasi masa depan, yang harus diikuti oleh pertumbuhan dalam penyediaan kapasitas fasilitas transportasi agar supaya pelayanan transportasi terselenggara secara lancar, aman dan terjangkau.
Strategi perencanaan pembangunan investasi transportasi dapat dilakukan mendahului permintaan (demand follows supply) yang bersifat keperintisan, untuk membuka daerah terisolasi. Sebaliknya, adalah strategi supply follows demand dilakukan untuk daerah-daerah yang sudah tersedia permintaan jasa transportasi. Kedua strategi perencanaan pembangunan tersebut dapat dianalogikan dengan semboyan dalam bidang pelayanan, yaitu (1) trade follows ship, dan (2) ship follows trade.
Moda Transportasi
Jaringan transportasi dapat dibentuk oleh moda transportasi jalan, kereta api, sungai dan danau, penyeberangan, laut, udara, dan pipa. Masing-masing moda memiliki karakteristik teknis yang berbeda, pemanfaatannya disesuaikan dengan kondisi geografis daerah layanan.
Moda transportasi jalan mempunyai karakteristik utama yakni fleksibel, dan mampu memberikan pelayanan dari pintu ke pintu.
Moda transportasi kereta api memiliki keunggulan yaitu daya angkut tinggi, polusi rendah, keselamatan tinggi, dan hemat bahan bakar.
Moda transportasi sungai dan danau mempunyai karakteristik kecepatan rendah dan murah dengan tingkat polusi rendah.
Moda transportasi penyeberangan mempunyai karakteristik mampu mengangkut penumpang dan kendaraan dalam jumlah besar serta kecepatan relatif rendah dengan tingkat polusi rendah.
Moda transportasi laut mempunyai karakteristik mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar, kecepatan rendah dan jarak jauh dengan tingkat polusi rendah.
Moda transportasi udara mempunyai karakteristik kecepatan tinggi dan dapat melakukan penetrasi sampai ke seluruh wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh moda transportasi lain.
Moda transportasi pipa tidak digunakan untuk transportasi umum, sifat pelayanannya terbatas hanya untuk angkutan komoditas curah cair dan gas, dengan sifat pergerakan hanya satu arah.
Jaringan transportasi
Jaringan transportasi terdiri dari jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Jaringan prasarana terdiri dari simpul dan ruang lalu lintas. Keterpaduan jaringan prasarana moda-moda transportasi mendukung penyelenggaraan transportasi antarmoda atau multimoda dalam penyediaan pelayanan angkutan yang berkesinambungan. Simpul transportasi merupakan media alih muat yang mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan keterpaduan dan kesinambungan pelayanan angkutan. Jaringan pelayanan transportasi antarmoda atau multimoda meliputi pelayanan angkutan penumpang dan atau barang.
Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari simpul, yang berwujud terminal penumpang dan terminal barang, dan ruang lalu lintas yang berupa ruas jalan yang ditentukan hirarkinya menurut peranannya. Pembagian setiap ruas jalan pada jaringan jalan primer terdiri dari:
- jalan arteri primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional, atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah;
- jalan kolektor primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan wilayah, atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal;
- jalan lokal primer, menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, dan antarpusat kegiatan lingkungan;
- jalan lingkungan primer, menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
- Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
- Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
- Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, atau antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan PKL, antar-PKL, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
- Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
- Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Jalan juga dibagi dalam beberapa kelas didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda transportasi yang sesuai karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor, serta konstruksi jalan. Pembagian kelas jalan dimaksud, meliputi jalan kelas I, kelas II, kelas III A, kelas III B, dan kelas III C.
Jenis Jalan | Spesifikasi |
---|---|
Jalan Kelas I | Jalan kelas I adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton. |
Jalan Kelas II | Jalan kelas II adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton. |
Jalan Kelas III A | "Jalan kelas III A adalah jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton." |
Jalan Kelas III B | Jalan kelas III B adalah jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. |
Jalan Kelas III C | Jalan kelas IIIC adalah jalan lokasi yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan sumbu muatan terberat yang diizinkan 8 ton. |
Sumber: BPS DKI Jakarta
Jaringan pelayanan angkutan umum meliputi pelayanan angkutan orang dan atau barang.
Jaringan prasarana transportasi kereta api terdiri dari simpul yang berwujud stasiun, dan ruang lalu lintas yang berupa jalur kereta api.
Jaringan pelayanan transportasi kereta api meliputi jaringan pelayanan angkutan orang dan atau barang.
Jaringan prasarana transportasi sungai dan danau terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan sungai dan danau, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Jaringan pelayanan transportasi sungai dan danau meliputi jaringan pelayanan angkutan orang dan atau barang.
Jaringan prasarana transportasi penyeberangan terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan penyeberangan, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur penyeberangan. Jaringan pelayanan transportasi penyeberangan disebut lintas penyeberangan.
Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Jaringan pelayanan transportasi laut dibedakan menurut hirarki dan sifat pelayanannya.
Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari bandar udara sebagai simpul, dan ruang lalu-lintas udara. Jaringan pelayanan transportasi udara terdiri dari rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri.
Jaringan transportasi pipa terdiri dari jaringan utama, jaringan pengumpan, dan jaringan distribusi. Jaringan transportasi pipa dibangun oleh industri tertentu sebagai alat transportasi yang penggunaannya khusus untuk kepentingan industri tersebut. Jaringan transportasi pipa tidak dapat dipisahkan antara jaringan prasarana dan jaringan pelayanannya.
Contoh Peta Jaringan Jalan Kota Semarang
B. Tata Guna Lahan
Kaiser et al (1995: 196) menguraikan beberapa perspektif yang harus diperhatikan dalam memahami penggunaan lahan (land use), antara lain:
- Lahan adalah ruang fungsional yang diperuntukkan untuk mewadahi beragam penggunaan. Dalam perspektif ini lahan mengakomodasi pertumbuhan kawasan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk dan ekspansi ekonomi. Meningkatnya jumlah penduduk dan ekspansi ekonomi meningkatkan kompleksitas fungsi kawasan, sebagai contoh: kawasan pedesaan dengan penduduk relatif sedikit hanya didominasi kegiatan agraria dan beberapa fungsi pendukung agraria (koperasi, perdagangan bibit dan obat-obatan, dan lain-lain) serta fungsi pendukung permukiman (puskesmas, sekolah dasar sampai menengah, dan lain sebagainya) Bandingkan dengan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi dan jasa, dimana pada kawasan ini populasi penduduk sangat tinggi yang mendorong efisiensi penggunaan lahan untuk bermacam kegiatan ekonomi. Kegiatan agraria yang membutuhkan lahan luas semakin sedikit (bahkan mungkin tidak ada), digantikan oleh kawasan industri, pusat-pusat perdagangan, pendidikan dan perkotoran yang cakupan layanan (operasinya) membawahi beberapa desa di sekitarnya. Dengan demikian, kawasan perkotaan memiliki kompleksitas yang lebih tinggi daripada desa dimana ada beberapa fungsi pendukung kehidupan masyarakat pedesaan juga ditempatkan di kawasan perkotaan, seperti perguruan tinggi, rumah sakit, dan lain sebagainya. Pelayanan fasilitas umum kawasan perkotaan secara hirarkis dapat dipelajari dari SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan.
- Lahan sebagai setting dari sistem aktivitas. Kompleksitas fungsi kawasan sebagaimana dijelaskan di atas terjadi karena adanya sistem aktivitas yang menggambarkan pola kegiatan penghuni kawasan dalam menjalankan urusan hariannya. Disebut sistem karena ada pola saling keterhubungan antara aktivitas yang satu dengan aktivitas lainnya yang kemudian memicu timbulnya aktivitas pergerakan. Sebagai contoh: lahan dengan fungsi perumahan memiliki interaksi yang tinggi dengan lahan dengan fungsi pendidikan, kesehatan, perdagangan dan fungsi jasa (perkantoran). Hal ini disebabkan kawasan perumahan yang mendukung pemenuhan kebutuhan berhuni harus didukung oleh kawasan-kawasan yang mendukung penduduk untuk memenuhi kebutuhan harian yaitu membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga, menjalankan profesi, kesehatan serta kegiatan pendukung lainnya (misalnya rekreasi, dan lain sebagainya). Dalam menjalankan kegiatan harian, warga tentu melakukan kegiatan “ulang alik” dari tempat berhuni ke kawasan-kawasan lainnya yang sudah tentu memicu adanya aktivitas pergerakan yang harus didukung oleh sistem transportasi. Beban yang ditanggung oleh sistem transportasi ini ditentukan oleh volume pergerakan, waktu terjadinya pergerakan, jarak dan ketersediaan infrastruktur. Seluruh aktivitas sebagaimana dijelaskan dalam contoh ini membentuk hubungan yang saling bergantung sama lain yang disebut sistem aktivitas.
- Lahan adalah komoditas. Penggunaan lahan harus memperhatikan kemampuan fisik alamiah dan daya dukungnya. Tidak semua lahan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bermukim dan ekonomi, seperti kawasan pegunungan dan sempadan sungai yang harus dijaga sebagai kawasan lindung. Ada seperangkat persyaratan yang harus dipenuhi agar lahan dapat dinyatakan kelayakannya sebagai wadah kegiatan yang secara mendasar dapat dipelajari dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.
- Lahan sebagai sumber daya citra dan estetika kawasan. Selain aspek fungsional dan aspek ekonomi, lahan juga memiliki aspek estetika. Aspek ini penting dalam memberi kualitas lingkungan yang mendukung kegiatan rekreatif. Lahan yang memenuhi aspek ini akan memiliki nilai guna lahan yang cocok untuk kegiatan wisata, pendidikan dan hunian.
Penggunaan lahan perlu meninjau potensi alamiah yang dimiliki kawasan tersebut. Peraturan Menteri PU nomor 20 tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang menetapkan ada 4 komponen fisik utama yang harus diperhatikan, antara lain klimatologi, topografi, hidrologi dan geologi serta beberapa komponen tambahan antara lain sumber daya mineral/bahan galian, bencana alam dan penggunaan lahan. Secara teknis, komponen-komponen tersebut berupa data spasial berbentuk peta digital yang dianalisis mempergunakan teknik overlay dibantu perangkat analisis spasial seperti ArcGIS, ArcVIEW atau Map Info, atau Sofewere lainnya. Ada beberapa komponen analisis yang harus dipahami untuk dapat merencanakan penggunaan lahan, antara lain:
- Kemampuan lahan. Analisis ini pada prinsipnya untuk mengidentifikasi potensi tanah secara umum dengan cara mengklasifikasikan lahan berdasarkan faktor pembatas ke dalam beberapa kelas kemampuan. Sadyohutomo (2006: 28) menguraikan lahan dapat dibagi ke dalam 8 kelas kemampuan dimana kelas I adalah lahan dengan sedikit faktor pembatas yang artinya lahan tersebut dapat dipergunakan untuk aktivitas budidaya secara lebih beragam dan kelas VIII adalah lahan dengan faktor pembatas sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk kegiatan budidaya (sebaiknya dipergunakan untuk fungsi lindung) dengan demikian, pada prinsipnya analisis kemampuan lahan bertujuan untuk memetakan lahan yang potensi untuk fungsi lindung dan budidaya.
- Kesesuaian lahan. Analisis ini bertujuan untuk menilai tingkat kesesuaian lahan terhadap penggunaan tertentu dengan tingkat pengelolaan yang wajar. Lahan yang telah teridentifikasi sebagai lahan dengan faktor pembatas sedikit kemudian dianalisis untuk ditemukan kesesuaian penggunaannya berdasarkan kriteria tertentu. Kesesuaian penggunaan untuk padi sawah tentu berbeda dengan kesesuaian penggunaan untuk industri dan lain sebagainya. Kriteria-kriteria kesesuaian ini dapat dipelajari dari Peraturan Menteri PU nomor 20 tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Peraturan Menteri PU nomor 41 tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.
Kedua analisis di atas memberi output berupa peta sebaran kemampuan dan kesesuaian lahan yang wajib dilakukan dalam proses awal perencanaan tata ruang.
Apabila analisis kemampuan dan kesesuaian fokus pada potensi fisik alamiah lahan, analisis penting berikutnya adalah analisis daya dukung lahan yang fokus pada aspek pemanfaatannya. Analisis ini memiliki asumsi dimana suatu populasi harus ditunjang oleh sejumlah sumber daya dan kondisi lingkungan tertentu (Sadyohutomo, 2006: 37). Dengan populasi sebagai titik berangkatnya, analisis ini cukup baik untuk memprediksi produktivitas kegiatan budidaya pada masa yang akan datang dan bagaimana produktivitas ini mampu mendukung populasi. Besaran daya dukung lahan ini sangat dipengaruhi oleh pola pengelolaan sumber daya dan berkurangnya sumber daya sebagai akibat ekspansi penduduk.
Peraturan Menteri PU nomor 41 tahun 2007 mengatur klasifikasi penggunaan lahan menjadi dua kelompok besar, dengan penjelasan sebagai berikut:
Kawasan lindung, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung memiliki beberapa klasifikasi sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini.
Klasifikasi Kawasan Lindung | Sub - Klasifikasi |
---|---|
Kawasan yang memberi perlindungan bagi kawasan di bawahnya | Hutan lindung |
Kawasan bergambut | |
Kawasan resapan air | |
Kawasan suaka alam | Kawasan cagar alam / cagar bahari |
Kawasan suaka margasatwa / suaka perikanan | |
Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya | |
Kawasan peletarian alam | Taman nasional / taman laut nasional |
Taman hutan raya | |
Taman wisata alam / wisata laut | |
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan | |
Kawasan rawan bencana | Kawasan rawan bencana gempa bumi |
Kawasan rawan bencana gunung berapi | |
Kawasan rawan bencana gerakan tanah | |
Kawasan rawan banjir | |
Kawasan perlindungan setempat | Sempadan pantai |
Sempadan sungai | |
Kawasan sekitar waduk dan situ | |
Kawasan sekitar mata air | |
Ruang terbuka hijau dan hutan kota | |
Kawasan perlindungan lainnya | Taman buru |
Daerah perlindungan laut lokal | |
Kawasan perlindungan plasma nutfah eks-situ | |
Kawasan pengungsian satwa | |
Kawasan pantai berhutan bakau |
Kawasan budidaya, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Klasifikasi kawasan budidaya dapat diuraikan dalam tabel berikut ini.
Klasifikasi Kawasan Budidaya | Sub - Klasifikasi |
---|---|
Kawasan hutan produksi | Kawasan hutan produksi terbatas |
Kawasan hutan produksi tetap | |
Kawasan hutan produksi | |
konversi Kawasan hutan rakyat | |
Kawasan pertanian | Kawasan tanaman pangan lahan basah |
Kawasan tanaman pangan lahan kering | |
Kawasan tanaman tahunan / perkebunan | |
Kawasan peternakan | |
Kawasan perikanan darat | |
Kawasan perikanan payau dan laut | |
Kawasan pertambangan | Kawasan pertambangan |
Kawasan budidaya lainnya | Kawasan perindustrian |
Kawasan pariwisata | |
Kawasan permukiman | |
Kawasan perdagangan dan jasa | |
Kawasan pemerintahan |
Komentar
Posting Komentar