AKU YANG LUPA JALAN KARENA-MU
Ini baru berjalan selama dua bulan. Bagiku semua kekacauan ini berawal dari TAKABUR! aku adalah sosok yang dapat menjadikan semua ucapanku seakan menjadi nyata (Ijabah?), bukan! Ini adalah Azab!
Azab akan aku yang tidak bisa berhenti berkata, layaknya butiran air yang berada di ujung daun talas kemudian tergerak oleh angin menuju sisi yang lain. Belakangan aku lebih suka untuk menenangkan diri ini dengan berbagai cara. Bagaimana mungkin aku harus terus mengemas senyum tatkala aku merasakan apa yang aku katakan sendiri? Bagiku semua rasanya sudah berakhir. Tapi tidak dengan semua orang yang bergantung padaku.
Satu dua orang yang ada dipundak ini, bukan lagi kewenangan orang lain yang harus menopang. Menjaga agar selalu dalam alur pola yang memang seharusnya adalah sesuatu yang berat. Satu dua postingan Instagram mungkin akan menyungginkan bibir ku untuk tersenyum, tapi tak selamanya. Sesuatu yang membuatku benar-benar merasa nyaman hanya satu dua saja, itupun karna musiknya. Memandang Ahklaq yang terpampang. (musik terputar :law kana bainanal habib)
Tak seberapa paham aku akan makna musik ini, tapi ada yang "menina bobokan" hati seakan semua harus dilakukan dengan benar, dengan nafas yang teratur dan hembusan yang serasi dengan detak jantung yang terus terhembus.
Mungkin, ini adalah kerinduan mengenai Baginda! Bagaimana tak rindu? coba kamu bayangkan jika dia ada disampingku, disamping kita semua. Jika benar kita beriman dan percaya akan Beliau, bukankah alangkah indahnya? Tak usah aku bercita-cita menjadi seorang Ummar, Abu bakar, Utsman ,ataupun Ali. menjadi seorang yang mirip seperti Nu'aiman saja, mungkin aku sudah bahagia.
Nu'aiman yang pusing karena tak mabuk, dan Nu'aiman yang pusing jika tidak bisa berjumpa dengan Baginda. Coba kamu bayangkan kamu berada di posisi Sahabat yang satu ini saja. Jika ada seorang sahabat semacam ini, aku yakin pasti ada sahabat Nabi dulu yang sama seperti diriku.
Aku membayangkan disampingku ada Rasull, kemudian aku hanya akan memandanginya, mungkin aku tak akan banyak bertanya. Aku yang hanya akan mendengarkan apa yang Rasull katakan, aku yang hanya akan memandang dan memandang hingga ahirnya aku tahu bahwa Rasull dia memang makhluk yang maha sempurna.
Memandang orang yang teduh, tanpa berpura-pura menampilkan Akhlaknya saja aku terpesona. Apalagi memandang Akhlak yang daripadanya tercipta Akhlak. Mana mungkin aku tak terpana?
Tak akan mampu bibirku mengucap mengenai apa yang sedang aku tanggung dipundaku. Mungkin, aku hanya akan membatin.
" Ya Rasull, aku pengikutmu, Hamba dari Tuhan yang kau kenalkan padaku. Aku faham mengenai takdir, aku percaya akan qodo dan qodar. Tak akan ada ketentuan yang akan saling mendahului. Tapi Ya Rasull, kenapa kekhawatiranku yang menjadikan semua kenyataan? bukankah seharusnya doa lebih tinggi drajatnya dari sebuah kekhawatiran?
Ya Rasull, engkau yang mengajariku tentang bertobat dan berada dijalannya, tapi jika jalanku adalah jalan-NYA, bagaimana aku harus memilih kehendak-NYA? Sedangkan diantara ketetapannya tidak ada yang saling mendahului?"
Ucapan adalah doa. Mungkin itu jawab Beliau. Tapi kemungkinan jawaban yang tepat adalah, tetiba Beliau akan memandangku, kemudian tersenyum dengan indahnya hingga aku hanya akan tertegun akan senyumnya yang menghujam pada hatiku dan menggetarkan seluruh tubuhku.
Apakah Beliau meng 'iya' kan setiap langkahku? Ataukah ketenangan dalam hati yang ingin Beliau hantarkan pertama kali? Siapa yang tahu kecuali pemilik hati yang kaku dan dalam kebimbangan. Senyum Baginda Rasull adalah obat dari segala obat, bagimana mungkin seorang hamba akan mampu berpaling dari senyum yang menghantarkan pada kodrat manusia itu sendiri.
Coba kamu bayangkan begini, kamu suka dengan si fulan, kamu bergumam dalam hatimu. "lihat aku, pandang aku" / "lihatlah kesini, tengoklah ke arahku", sejurus kemudian dia melihat kearahmu dan menebarkan senyum kepadamu. apa yang akan kamu rasakan?
Bergetar? Merasa terhujam didadamu? Mungkin seperti itulah gambaran senyum Rasull. Orang yang kamu cintai.
Ketika beliau melemparkan senyumnya yang menggetarkan hati ini, kemdian sejurus aku pastikan hany mampu membalas senyumnya. Disini aku tetap menjadi orang yang bukan siapa-siapa. Bukan kalangan orang yang mampu untuk menyapa, yang melempar kalimat pertama untuk membuka percakapan.
Kemungkinan sehari-hari aku hanya orang yang selalu melemparkan isi dalam batin, melaporkan kseulitan-kesulitan dalam diriku. Bukan hanya satu dua kali aku utarakan kesulitan hanya dalam batin. Penyelesaian segala masalah yang dihadapi, selalu terselesaikan oleh bebrapa hal.
Pertama adalah waktu. Waktu adalah penyelesai utama setiap maslah yang ada. Waktu terakhir adalah penentu akhir dari suatu masalah. Gampangnya gini, kamu ada masalah mengenai banyaknya pekerjaan yang menumpuk. Kira-kira apa yang menyelesaikan? kamu? Ndak,,,, Pasti adalah waktu. Deadline adalah kuncimu dalam menyelesaikan kerjamu.
Kemudian yang kedua adalah ketenangan hati. Masalah akan merasa lebih ringan ketika kamu menghelakan nafasmu, kemudian kau tenangkan hatimu.
Bersambung..........
Komentar
Posting Komentar